Dugaan Korupsi HPP, KPK Diminta Periksa Rekening Terlapor

Editor : Jaka Priyono

Jakarta,  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyelidikan dugaan korupsi pemotongan honorarium hakim agung untuk Tahun Anggaran 2022-2023 senilai Rp138 miliar. Jumlah terlapor dalam kasus ini diprediksi akan bertambah seiring dengan ditemukannya bukti-bukti baru.

Dugaan keterlibatan sejumlah pejabat tinggi di Mahkamah Agung (MA), seperti Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Sunarto dan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial Suharto, menjadi sorotan utama. Selain itu, peran penting Asep Nursobah, Panitera MA yang juga bertindak sebagai Penanggungjawab Anggaran Honorarium Penanganan Perkara (HPP), semakin mencuat menyusul ditemukan aliran dana yang mencurigakan di rekening pribadinya sebesar Rp138 miliar, yang diduga terkait dengan dana hasil korupsi.

Dana tersebut diduga menjadi bancakan korupsi, dibagi menjadi tiga kelompok utama. Yakni, Rp97 miliar (25,9 persen) untuk pimpinan MA, Rp26,1 miliar (7 persen) untuk supervisor, dan Rp14,9 miliar (4 persen) untuk tim pendukung administrasi yudisial.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso meminta KPK segera memeriksa seluruh rekening para terlapor. Ia menilai uang dugaan korupsi pemotongan honor hakim agung Tahun Angaran 2022-2023 dengan nilai total sebesar Rp138 miliar, sebagai gratifikasi yang tidak dilaporkan.

“KPK hanya tinggal menyandingkan jumlah uang yang ada direkening, dengan hasil Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) para terlapor. Untuk penerimaan dalam bentuk cash juga dapat dikejar,” kata Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, di Jakarta, Senin (14/10/2024).

Menurut Sugeng, selain di PT BRI dan PT MNdr, Asep Nursobah Panitera Mahkamah Agung RI selaku Penanggungjawab Anggaran HPP, pernah diperiksa KPK tahun 2016 dalam kasus korupsi suap dengan tersangka Andri Tristianto Sutrisna itu. Ia tercatat memiliki tiga rekening pada PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Cabang Mahkamah Agung, yakni nomor: 257070112X – 719043052X – 117312423X.

Diketahui, Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Sunarto, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial Suharto, dan kawan-kawan bakal diperiksa KPK, terkait dugaan korupsi Pemotongan Honorarium Hakim Agung dan/atau Gratifikasi dan/atau TPPU pada Mahkamah Agung RI Tahun Anggaran 2022-2023-2024 sebesar Rp97 miliar.

Bakal diperiksanya Sunarto dan kawan-kawan mencuat setelah Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu memastikan lembaganya bakal memproses dan menindaklanjuti laporan dari IPW dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI). Yakni, dengan memanggil semua pihak terkait dugaan korupsi Pemotongan Honorarium Hakim Agung Tahun Anggaran 2022-2023-2024 sebesar Rp 97 miliar, yang disampaikan Rabu, 2 Oktober 2024 lalu.

“Sampai saat ini laporan dari IPW dan TPDI tersebut masih dalam proses telaah di Direktorat PLPM (Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat). Belum ada di kami karena belum masuk penyidikan, jadi belum bisa diinformasikan,” ujarnya.

Selain itu, IPW, TPDI, dan aktivis penggiat antikorupsi lainnya juga mememinta agar pemilihan Ketua MA yang akan digelar pekan ini untuk menentukan pengganti Muhammad Syarifuddin, yang akan pensiun pertengahan bulan ini, harus betul-betul dapat menghasilkan calon yang bersih dan berintegritas. Hal ini untuk menjaga marwah lembaga Mahkamah Agung sebagai Benteng Terakhir Pencari Keadilan.

Menurut Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie, kandidat Ketua MA yang menyandang beban social distrust, khususnya dari para pencari keadilan, dapat membuat MA semakin terpuruk. Apalagi calon yang menyandang potential suspect sebagai tersangka, lantaran dapat merugikan Mahkamah Agung itu sendiri.

“Demi kepentingan masa depan Mahkamah Agung, Sunarto dan Suharto yang dinilai bermasalah lebih baik tidak mencalonkan diri. Tidak usah berstrategi untuk melindungi diri,” ujarnya menegaskan.

Menurut Jerry, sikap Presiden Terpilih Prabowo Subianto sudah jelas, yakni ingin pengadilan Indonesia bersih. Tidak boleh ada lagi hakim yang mudah disogok.

“Untuk itu, kehidupan hakim di Indonesia harus disejahterakan yang selama ini diabaikan oleh pimpinan MA, termasuk Sunarto dan Suharto,” ucapnya. (Jk)

Sumber : RRI.co.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *