Bill Gates, AI, dan Inovasi Medis

Editor : Bambang

Trajunews, BILL Gates adalah tokoh teknologi hebat sekaligus unik. Ia nekat meninggalkan bangku kuliah di Universitas Harvard dan tak tak menyelesaikan gelar sarjananya.

Namun kemudian, menerima banyak gelar doktor honoris causa, termasuk dari kampus yang ditinggalkannya. Dikutip dari “GatesNote”, Bill Gates adalah teknolog, pemimpin bisnis, dan filantropis. Ia tumbuh di Seattle, Washington, dengan ayah berprofesi hukum, yang mendukung dan mendorong minatnya pada komputer sejak usia dini.

Meninggalkan Harvard untuk membangun Microsoft bersama teman masa kecilnya Paul Allen. Saat ini, Bill aktif memimpin Yayasan Gates, tempat ia bekerja untuk mendonasikan kekayaannya kepada masyarakat. Bill yang memiliki darah Inggris, Jerman, Skotlandia, dan Irlandia, tumbuh besar di Seattle bersama kedua saudara perempuannya.

Almarhum ayahnya, William H. Gates Sr., adalah seorang pengacara terkenal di Seattle. Ibunya, Mary Gates, adalah seorang guru sekolah, Rektor Universitas Washington, dan ketua United Way nasional.

Bill kemudian malang melintang di dunia teknologi informasi, dan Akal Imitasi (Artificial Intelligence) atau AI. Sebagai seorang filantropi, aktif dalam berbagai program kesehatan dan mendonasikan dana tak sedikit melalui Bill Melinda Gates Foundation (BMGF).

Di Indonesia, BMGF bekerjasama dengan Bio Farma sejak 2012. Kerja sama mencakup transfer teknologi produk-produk masa depan, seperti vaksin novel OPV untuk Polio.

Penelitian vaksin polio generasi terbaru (nOPV) ini, penting dan strategis, tak hanya untuk Indonesia, tapi juga dunia. Pengembangan teknologi vaksin, mencakup uji klinis tahap 1–3, hingga proses produksi.

AI dan inovasi medis

Mengutip laporan berjudul “Why Bill Gates Says AI Will Supercharge Medical Innovations” yang ditulis Gael Cooper (23/12/2023), Bill Gates menguraikan banyak hal tentang AI dan inovasi sektor kesehatan.

Seperti kita ketahui, AI generatif mampu menciptakan materi baru dari data yang diolah seperti teks, gambar, hingga video. Hal ini telah membuka jalan bagi berbagai aplikasi, salah satunya dalam bidang kesehatan. Tokoh yang kerap kontroversial karena prediksi-prediksinya itu, melihat tahun 2024 sebagai titik balik dalam adopsi AI di bidang kesehatan global.

Yayasan filantropi yang didirikannya memanfaatkan AI dalam penelitian penemuan obat. Yayasan ini, berkomitmen untuk memberikan sekitar 9 miliar dollar AS setiap tahun. Prioritasnya bidang kesehatan dan pertanian.

Bill menekankan, pentingnya diskusi tentang bagaimana orang kaya, termasuk dirinya, mendonasikan kekayaan mereka untuk tujuan sosial. Dalam konteks ini, ia menyoroti pentingnya memperjuangkan kesetaraan melalui inovasi filantropi.

Sumber : Kompas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Deprecated: Fungsi get_the_author dipanggil dengan argumen yang usang sejak versi 2.1.0 tanpa alternatif yang tersedia. in /home/u353806159/domains/traju.news/public_html/wp-includes/functions.php on line 6085